Mengawali tahun 2022, Program Studi S1-Hubungan Internasional Universitas (HI) Amikom Yogyakarta berkolaborasi dengan S1-Hubungan Internasional Universitas Al Muslim Aceh menyelenggarakan webinar kolaboratif bertema “Kompleksitas Kerjasama Luar Negeri Daerah di Indonesia antara Provinsi DIY dan D.I. Aceh” pada 9 Februari 2022.
Kegiatan ini merupakan inisiasi dari kedua pihak untuk mengelaborasi tantangan dan peluang yang dihadapi oleh daerah-daerah di Indonesia, terutama DIY dan D.I. Aceh dalam menjalin kerjasama luar negeri menggunakan pendekatan paradiplomasi dan menghadirkan narasumber yang kompeten dari kedua institusi, antara lain Sannya Pestari Dewi, M.A. dari HI Amikom, Dr. Takdir Ali Mukti, M.A dari HI UMY dan Rizki Novialdi dari Al Muslim Aceh.
Dalam pemaparannya, narasumber pertama, Takdir Ali Mukti menyatakan bahwa dinamika HI kontemporer mengisyaratkan adanya perluasan peran aktor dalam menjalin urusan luar negeri yang mengurai peran pemerintah pusat. HI kontemporer juga ditandai dengan adanya pergeseran sektor regional makro menuju regional mikro. Diplomasi tidak lagi hanya dilakukan oleh negara pusat, melainkan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mencapai kepentingan daerah dengan memanfaatkan potensi lokal. Hal inilah yang menjadi makna dari Paradiplomasi. Tetapi pada prakteknya, paradiplomasi juga berada dalam interseksi antara urusan dalam negeri dan luar negeri yang paralel dengan kebijakan pusat. Di Indonesia menerapkan model paradiplomasi yang memberikan peluang bagi daerah menginisiasi kerjasama luar negeri dengan otorisasi/mandat dari pusat. Menurut Takdir Ali Mukti menyatakan bahwa, pelaksanaan paradiplomasi belum berjalan optimal. Kompleksitas yang muncul dari pemerintah daerah yang tidak semua sama. Maksudnya adalah masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan paradiplomasi dimana para pemimpin daerah ada yang peduli dengan urusan luar negeri dan ada yang tidak, demikian beliau dalam presentasinya menyatakan.
Sementara narasumber yang kedua, Rizky Novialdy dari HI Al Muslim menyatakan bahwa kompleksitas kerjasama luar negeri Aceh mencakup dua hal, yaitu eksternal yang terkait dengan adanya kecurigaan terhadap paradiplomasi, dan mitra asing dan internal yang meliputi sumber daya manusia di daerah dan institusi.
Terakhir, Sannya Pestari Dewi, M.A dari Prodi HI Amikom Yogyakarta menyajikan sejumlah hasill penelitian beliau lakukan tentang sister city. Analisis sister city Yogyakarta Gyeongsangbuk dengan desa sumbermulyo telah terjalin selama 14 tahun. Kerjasama ini telah menempatkan kedua wilayah sebagai penghasil padi unggulan. Namun, meskipun telah berlangsung relatif lama, namun masih terdapat beberapa kendala, diantaranya lemahnya program perencanaan, ketiadaan SOP pelaksanaan program, kurangnya koordinasi dan komunikasi lanjutan pada pemerintah pusat, kurangny dana operasional, faktor kualitas dan kuantitas.
Acara ini diakhiri dengan sebuah rumusan kesimpulan dari moderator bahwa paradiplomasi pada dasarnya dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi lokal masing-masing wilayah di tengah tantangan dan kompleksitas hubungan internasional kontemporer.