Yogyakarta, 20 Agustus 2025 – Universitas AMIKOM Yogyakarta menjadi tuan rumah kegiatan Sosialisasi Instrumen Akreditasi 2.0 bagi Program Studi yang diselenggarakan oleh LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta. Acara yang berlangsung di Ruang Citra 2 ini menghadirkan perwakilan perguruan tinggi, pimpinan lembaga akreditasi, serta sivitas akademika.
Tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan pemahaman mendalam mengenai instrumen akreditasi terbaru sekaligus mendorong program studi untuk menyiapkan diri mencapai predikat unggul.
Dalam sambutannya, Kepala LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D., menegaskan pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk menyiapkan diri sejak dini. Target nasional yang telah disepakati adalah pada tahun 2028, setidaknya 51,5 persen Prodi di PTS DIY mencapai akreditasi unggul. Untuk itu, perguruan tinggi diminta tidak hanya sibuk enam bulan sebelum mengajukan borang, tetapi menjalankan sistem penjaminan mutu internal (SPMI) secara konsisten sejak awal.
“Akreditasi bukan sekadar memenuhi kewajiban administrasi, tetapi harus menjadi budaya mutu. Dokumen harus lengkap, bukti sahih tersedia, dan seluruh proses penjaminan mutu berjalan baik,” jelasnya.
Beliau juga mengajak semua pihak untuk berlari bersama menuju target unggul. Ia menggunakan perumpamaan perguruan tinggi sebagai pelari: ada yang sehat dan bisa berlari kencang, ada yang berjalan pelan, bahkan ada yang perlu perawatan khusus.
“Yang penting jangan sampai ada perguruan tinggi di Yogyakarta yang harus berhenti di tengah jalan. Mari kita kawal bersama agar semua bisa tumbuh sehat dan unggul,” pungkasnya
Selanjutnya, Dalam sambutannya, Rektor Universitas AMIKOM Yogyakarta, Prof. Dr. M. Suyanto, M.M., Menyampaikan bahwa perguruan tinggi tidak bisa terus bergantung pada biaya kuliah mahasiswa sebagai sumber utama. Menurutnya, kampus harus mulai memperkuat ekosistem riset agar bisa berkontribusi lebih luas bagi masyarakat sekaligus menjadi sumber pendapatan baru.
Beliau juga menjelaskan bahwa riset tidak hanya berperan dalam publikasi ilmiah, tetapi juga menjadi landasan inovasi serta kontribusi nyata perguruan tinggi kepada masyarakat.
“Ekosistem riset yang kuat akan melahirkan karya-karya akademik yang relevan dan bermanfaat, sekaligus memperkuat posisi kampus di tingkat nasional maupun internasional,” ungkap Prof. Suyanto.
Materi Ketua Dewan Eksekutif LAM INFOKOM, Tekankan Pentingnya OBE dan Dokumentasi Lengkap dalam Akreditasi 2.0
Dalam sesi pemaparan materi, Ketua Dewan Eksekutif LAM INFOKOM, Prof. Dra. Sri Hartati, M.Sc, Ph.D menyampaikan materi utama dalam Sosialisasi Instrumen Akreditasi 2.0 bagi Program Studi yang diselenggarakan di Universitas AMIKOM Yogyakarta. Dalam paparannya, beliau menjelaskan secara rinci perbedaan instrumen akreditasi terbaru dengan instrumen sebelumnya, serta menekankan pentingnya konsistensi penjaminan mutu di perguruan tinggi.
Prof. Endah menegaskan bahwa meskipun suatu program studi telah memperoleh akreditasi internasional, tetap wajib mengikuti akreditasi nasional. Hal ini karena akreditasi internasional umumnya hanya menilai aspek pembelajaran, sedangkan akreditasi nasional mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa Instrumen Akreditasi 2.0 kini merangkum penilaian dalam 6 kriteria utama: budaya mutu, relevansi pendidikan, relevansi penelitian, relevansi pengabdian masyarakat, akuntabilitas, serta diferensiasi. Total skor minimal yang harus dicapai agar suatu program studi meraih predikat unggul adalah 361 poin
Prof. Endah juga menekankan bahwa implementasi Outcome Based Education (OBE) menjadi syarat penting dalam proses akreditasi. Setiap program studi harus mampu membuktikan ketercapaian Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), meskipun lulusan belum sepenuhnya dihasilkan. Selain itu, siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, Peningkatan) harus dijalankan secara utuh dan berkesinambungan.
Dalam paparannya, beliau mengingatkan bahwa salah satu kelemahan perguruan tinggi selama ini adalah ketidaklengkapan dokumentasi. Banyak program studi hanya melaporkan hasil akhir, tanpa menjelaskan proses pelaksanaan atau bukti sahih yang mendukung.
“Setiap klaim harus didukung dokumen yang sahih. Foto kegiatan saja tidak cukup, perlu ada undangan, surat tugas, laporan, hingga hasil yang terdokumentasi,” tegasnya.
Menutup pemaparannya, Prof. Endah mengajak para pimpinan perguruan tinggi dan kaprodi untuk mulai menata dokumentasi sejak dini.
“Kalau ingin unggul, kuncinya adalah konsistensi dan ketertiban. Jangan menunggu menjelang akreditasi, tapi jalankan budaya mutu setiap hari,” Tambahnya.
Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional