Yogyakarta, 15 November 2024 – Amikom Resource Center mengadakan Pelatihan Literasi Informasi pada Jumat, 15 November 2024, bertempat di Ruang Lab. 6.2.1 Universitas Amikom Yogyakarta. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan literasi informasi akademik dengan memanfaatkan sumber daya elektronik (e-resources). Pelatihan ini dihadiri oleh para dosen Universitas Amikom dan menghadirkan dua narasumber ahli: Arief Setyanto, S.Si., M.T., Ph.D., dan Budiyono, S.T.
Acara dimulai dengan sambutan dari Kepala Sub Direktorat Resource Center Universitas Amikom, Arif Sudarnoputra, S.IP., M.IP., . Dalam sambutannya, Arif mengucapkan terima kasih atas kehadiran peserta dan narasumber, serta menekankan pentingnya pelatihan ini. “Kita patut bersyukur karena dapat berkumpul dalam keadaan sehat untuk mendapatkan ilmu yang sangat penting dalam dunia akademik,” katanya. Ia juga menyoroti tantangan di era digital, di mana informasi sangat mudah diakses tetapi perlu dipastikan keabsahannya.
“Informasi yang kita gunakan harus kredibel, sehingga pelatihan ini diharapkan mampu membantu peserta dalam mengakses data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Arif berharap para dosen dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dan membagikannya kepada mahasiswa, guna meningkatkan proses belajar-mengajar dan kualitas penelitian di Universitas Amikom.
Arief Setyanto, S.Si., M.T., Ph.D – Literasi di Era Kecerdasan Buatan
Sesi pertama diisi oleh Arief Setyanto, S.Si., M.T., Ph.D., yang mengupas peran kecerdasan buatan (AI) dalam dunia literasi informasi. Dalam pemaparannya, Arief Setyanto menyoroti peran kecerdasan buatan (AI) di era digital saat ini. “AI hanya merupakan alat bantu, bukan pengganti manusia. AI dapat mempercepat dan meningkatkan produktivitas kita, tetapi tetap memerlukan peran manusia yang memegang kendali,” tegas Arief. Ia menjelaskan bahwa meskipun AI mampu menyelesaikan tugas-tugas kompleks, manusia tetap diperlukan untuk mengarahkan, mengontrol, dan memastikan keandalan hasil dari AI tersebut.
Arief juga menekankan perbedaan mendasar antara “research problem” dan “life problem”. Menurutnya, masalah penelitian adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang bertujuan menambah pengetahuan dalam bidang akademik tertentu, sedangkan masalah kehidupan sehari-hari lebih praktis dan membutuhkan solusi yang dapat segera diimplementasikan. “Penelitian itu fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan baru, sementara solusi masalah hidup lebih bersifat langsung dan memerlukan aksi cepat,” paparnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya membaca literatur untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan merumuskan pertanyaan penelitian yang spesifik. Arief juga menyoroti bagaimana AI dapat digunakan untuk membantu proses pencarian literatur, namun ia mengingatkan bahwa konten yang dihasilkan oleh AI tidak boleh sepenuhnya menggantikan hasil kerja manusia. “Etika dalam menggunakan AI sangat penting. Kita harus transparan tentang penggunaan AI dan memastikan bahwa sentuhan manusia tetap ada dalam karya ilmiah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arief mengingatkan peserta akan pentingnya menjaga integritas akademik, terutama saat menggunakan teknologi AI. “AI seharusnya digunakan untuk mendukung, bukan menggantikan proses berpikir dan kreativitas manusia,” katanya. Ia juga mendorong para dosen untuk mengintegrasikan keterampilan literasi informasi dalam proses belajar-mengajar dan menularkan ilmu yang diperoleh kepada mahasiswa.
Budiyono, S.T – Memaksimalkan EBSCO untuk Penelitian
Sesi kedua diisi oleh Budiyono, S.T., perwakilan dari Sagungseto, agen tunggal EBSCO di Indonesia. Budiyono memberikan pemaparan praktis tentang cara memanfaatkan database EBSCO, yang berisi lebih dari 57.000 jurnal dan e-book dari berbagai disiplin ilmu. “Amikom telah berlangganan database Applied Science and Technology Full Text, jadi para dosen dan mahasiswa bisa mendapatkan artikel-artikel berkualitas tinggi untuk penelitian,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya memanfaatkan database ini secara maksimal, mengingat biaya langganan yang cukup besar dan kebutuhan untuk terus memperbarui referensi penelitian dengan jurnal-jurnal terkini.
Selain jurnal, Budiyono juga menjelaskan bahwa EBSCO menyediakan lebih dari satu juta judul e-book yang dapat dibeli dengan sistem sekali bayar. Untuk memudahkan akses, EBSCO juga menawarkan aplikasi mobile yang dapat diunduh di Play Store atau App Store. “Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mencari artikel dan referensi kapan saja, bahkan saat sedang dalam perjalanan. Cukup login sekali, dan akses akan berlaku selama enam bulan,” katanya.
Setelah pemaparan, Budiyono memimpin sesi interaktif di mana para peserta diajak mencoba mengakses database EBSCO. Para dosen dapat langsung mencari artikel dan jurnal yang sesuai dengan kebutuhan penelitian mereka. Demonstrasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman praktis dan memastikan peserta dapat memanfaatkan e-resources secara efektif.
Budiyono juga membahas fitur One Search yang sedang dikembangkan di Universitas Amikom. Fitur ini akan memungkinkan pencarian terintegrasi untuk semua koleksi perpustakaan, membuat proses pencarian referensi lebih efisien. Ia mendorong para dosen dan mahasiswa untuk memanfaatkan fitur ini demi mempercepat proses penelitian.
“Dengan adanya EBSCO, Amikom berharap civitas akademika bisa mendapatkan referensi yang bervariasi dan kaya informasi, baik untuk keperluan penelitian maupun pengajaran,” tutup Budiyono. Pelatihan ini juga diakhiri dengan demonstrasi langsung, di mana para peserta diajak untuk mencoba mengakses database EBSCO dan mencari artikel yang relevan dengan bidang studi mereka.
Fadya RY –
Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional