Yogyakarta, 24 September 2025 – Universitas AMIKOM Yogyakarta menggelar seminar bertajuk “AI yang Beretika” pada Rabu (24/09), sebagai bagian dari agenda literasi teknologi untuk mahasiswa dan dosen. Kegiatan yang berlangsung secara hybrid (luring dan daring) ini menghadirkan Prof. Dr. Ir. R. Eko Indrajit, M.Sc., MBA., M.Phil., MA, sebagai pembicara utama. Seminar ini diselenggarakan untuk menjawab perkembangan pesat kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan pentingnya pemahaman etika dalam penggunaannya.
Dalam paparannya, Prof. Eko Indrajit menekankan bahwa AI tidak boleh dipahami sebagai ancaman, melainkan sebagai alat bantu yang tetap membutuhkan kendali manusia.
“Manusia menciptakan teknologi karena sadar akan keterbatasannya. AI adalah alat, bukan pengganti manusia,” ujarnya di hadapan peserta.
Ia menjelaskan bahwa kemajuan teknologi tinggi (high tech) harus berjalan beriringan dengan nilai kemanusiaan (high touch). Menurutnya, AI bisa memperbesar potensi kebaikan maupun keburukan, tergantung pada karakter penggunanya.
“Jika manusianya kreatif, AI memperbesar kreativitas. Jika manusianya curang, AI memperbesar kecurangan. Karena itu, etika menjadi pagar utama,” tambahnya.
Selain membahas filosofi teknologi, Prof. Eko juga mendorong pentingnya transparansi penggunaan AI dalam karya akademik dan profesional. Ia menilai bahwa keterbukaan adalah langkah awal dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. Seminar ini juga menjadi ruang dialog bagi mahasiswa untuk memahami batasan AI dalam mengambil keputusan, terutama di bidang medis, hukum, dan kebijakan publik.
Selain membahas etika AI, seminar ini juga menghadirkan Mr. Stuart Blacklock, CEO Qaspir Indonesia, yang menyampaikan peluang pendidikan global melalui kerja sama internasional. Dalam sesi keduanya, ia memperkenalkan akses program Second Degree atau Gelar Internasional bagi mahasiswa AMIKOM melalui universitas mitra di Amerika Serikat.
Mr. Blacklock menjelaskan bahwa Qaspir bekerja dengan berbagai institusi dunia untuk membuka kesempatan pendidikan yang lebih inklusif. Program ini memungkinkan mahasiswa memperoleh gelar Amerika secara daring dengan biaya yang jauh lebih terjangkau.
“Kami ingin membuat pendidikan global dapat dijangkau mahasiswa Indonesia. Gelar itu penting, tetapi lebih penting adalah kemampuan berpikir dan kepemimpinan,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa kompetensi global di masa depan tidak hanya diukur dari ijazah, tetapi juga dari kemampuan berargumen, berpikir kritis, dan adaptasi dalam lingkungan lintas budaya. Mahasiswa didorong untuk memanfaatkan peluang internasional tanpa meninggalkan akar nilai kemanusiaan seperti yang disampaikan dalam materi AI sebelumnya.
Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Pengembangan Universitas AMIKOM Yogyakarta, Arief Setyanto, S.Si., M.T., Ph.D., Dalam sambutannya, menyampaikan pentingnya literasi etika di tengah gelombang perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Ia menyampaikan bahwa penggunaan AI yang semakin meluas harus diimbangi dengan pemahaman moral agar tidak menghilangkan nilai kemanusiaan.
Ia menegaskan bahwa Universitas AMIKOM Yogyakarta mendorong mahasiswa untuk tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memahami batas dan tanggung jawab dalam menggunakannya — terutama di lingkungan akademik. Seminar ini, menurutnya, menjadi ruang refleksi agar sivitas kampus tidak terjebak pada ketergantungan teknologi tanpa kesadaran kritis.
Arief juga menyampaikan apresiasi atas kehadiran narasumber Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit, yang membawakan materi mendalam tentang filosofi dan etika AI, serta Mr. Stuart Blacklock (CEO Qaspir Indonesia) yang menambahkan perspektif global melalui peluang pendidikan internasional. Ia berharap mahasiswa dapat menyerap pesan bahwa AI harus berjalan beriringan dengan integritas.
“Teknologi sebesar apa pun tetap membutuhkan arah dari manusia. Di sinilah peran perguruan tinggi — memastikan bahwa inovasi tidak kehilangan nurani,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, Universitas AMIKOM Yogyakarta mempertegas komitmennya untuk tidak hanya membekali mahasiswa dengan keterampilan digital, tetapi juga karakter etis dalam menghadapi era kecerdasan buatan.
Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional
Kolaborator : Puji Ariningsih