Satya Abdul Halim Bachtiar, M.Kom., staf Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional (DKUI) bidang Kerja Sama dan Kegiatan Internasional Universitas AMIKOM Yogyakarta, mencatat pencapaian penting dengan berhasil meraih Beasiswa Doktoral MEXT (Monbukagakusho) dari Pemerintah Jepang. Ia akan melanjutkan studi doktoralnya di Graduate School of Systems Design, Department of Computer Science, Tokyo Metropolitan University (TMU), Jepang, mulai awal Oktober 2025.
Beasiswa MEXT yang diperoleh Satya merupakan salah satu skema bergengsi dari Pemerintah Jepang yang mendukung studi lanjut jenjang doktoral. Melalui jalur University to University Recommendation, beasiswa ini memberikan dukungan penuh selama tiga tahun, termasuk biaya kuliah dan tunjangan hidup. Kesempatan ini terwujud sebagai tindak lanjut Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas AMIKOM Yogyakarta dengan Tokyo Metropolitan University, yang ditandatangani pada 18 November 2024 di Tokyo.
Tahun ini, terdapat dua penerima Beasiswa Doktoral MEXT dari AMIKOM yang akan menempuh studi di TMU, yaitu Satya Abdul Halim Bachtiar, M.Kom dan Ainul Yaqin, M.Kom. Sebelumnya, dua dosen AMIKOM lainnya, Sumarni Adi, S.Kom., M.Cs. dan Anggit Ferdita Nugraha, S.T., M.Eng., juga telah lebih dulu menempuh studi doktoral di kampus tersebut.
Perjalanan Satya Raih Beasiswa Doktoral MEXT
Satya pertama kali mengenal peluang beasiswa ini pada tahun 2023, setelah mengikuti seminar beasiswa MEXT yang digelar Universitas AMIKOM Yogyakarta. Dengan penuh keyakinan, ia mencoba mendaftar, namun hasilnya belum sesuai harapan. “Tahun pertama saya ditolak karena belum memiliki publikasi internasional. Dari situ saya sadar, publikasi adalah kunci utama,” ungkapnya.
Tidak menyerah, Satya menjadikan penolakan tersebut sebagai dorongan untuk memperkuat rekam jejak akademiknya. Ia mulai menulis jurnal bersama dosen-dosen Universitas AMIKOM Yogyakarta hingga akhirnya berhasil memperoleh Scopus ID dan publikasi bereputasi. Dengan bekal itu, Satya kembali mencoba peruntungan pada tahun 2024. Usahanya terbayar ketika pada Januari 2025 ia resmi diumumkan sebagai penerima Beasiswa Doktoral MEXT.
Dalam proses seleksi, Satya mengajukan research plan yang berasal dari ide tesis S2-nya. Ide tersebut sebelumnya belum disetujui karena dinilai terlalu berat untuk tingkat master, namun justru menjadi landasan kuat bagi rencana riset doktoralnya di TMU.
“Prosesnya hampir dua tahun, penuh revisi dan bimbingan. Namun dari situ saya belajar bahwa kegagalan bisa menjadi pijakan untuk keberhasilan berikutnya,” jelasnya.
Selain publikasi, Satya menegaskan bahwa kemampuan bahasa menjadi hal esensial bagi calon penerima beasiswa internasional. Ia menyarankan agar pelamar menyiapkan skor TOEFL minimal 600 atau IELTS 6,5–7.
“Persiapkan bahasa terlebih dahulu, minimal bahasa Inggris. Di level doktoral, Jepang mengizinkan penggunaan bahasa Inggris karena banyak penelitian dan konferensi berskala internasional yang membutuhkan komunikasi global,” jelasnya
Motivasi Belajar Lintas Budaya dan Tantangan Global
Di balik keberhasilan tersebut, Satya memiliki motivasi kuat yang mendorongnya untuk menapaki perjalanan akademik internasional. Menurutnya, pengalaman akademik di negara lain menawarkan tantangan baru sekaligus kesempatan untuk memahami budaya dan pola pikir global.
“Saya ingin tahu bagaimana sistem di luar negeri, meningkatkan kemampuan bahasa, serta memahami interaksi lintas budaya. Dengan begitu, ketika kembali ke Indonesia, saya bisa lebih siap menghadapi kolaborasi internasional,” ujarnya
Selama menempuh studi doktoral di Jepang, Satya menargetkan bisa menyelesaikan pendidikan tepat waktu dalam tiga tahun. Ia juga berharap dapat menjadi representasi yang baik bagi Indonesia.
“Saya ingin menunjukkan bahwa orang Indonesia bisa bersaing di kancah internasional. Selain itu, saya juga berharap bisa menjadi representasi yang baik dan memperkuat hubungan kerja sama antara Indonesia dan Jepang,” tegasnya
Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional
In Collaboration With : Satya Abdul Halim Bachtiar