Yogyakarta, 25 April 2025 — Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas AMIKOM Yogyakarta kembali menunjukkan kiprahnya di dunia sinema dokumenter. Dua karya film bertajuk “Bundengan Preserver” dan “Girli” resmi dirilis dan diputar dalam acara screening publik yang digelar di Sleman Creative Space, Condongcatur, pada Jumat malam (25/4/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari kelas Produksi Siaran Televisi yang diasuh oleh Andreas Tri Pamungkas, M.I.Kom., dan dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari pelajar, guru SMA, dosen lintas kampus, hingga praktisi media dan perwakilan instansi pemerintahan. Kedua film tersebut juga telah dipublikasikan di kanal YouTube Suara.com, sebagai bentuk kolaborasi antara akademisi dan media.
Dalam keterangannya, Andreas menyampaikan bahwa tujuan utama dari screening ini adalah membangun mentalitas mahasiswa agar berani mempertanggungjawabkan karya mereka di ruang publik. “Di sisi mahasiswa, ketika ada film atau sebuah karya, itu mereka juga berani untuk mempresentasikannya kepada khalayak. Harapannya bisa lebih luas lagi,” ujarnya.
Menurut Andreas yang juga bertindak sebagai produser eksekutif, kegiatan semacam ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga ruang diskusi kritis dan jejaring langsung dengan industri. Ia menilai keberanian mahasiswa untuk menyelenggarakan screening terbuka menunjukkan kesiapan mereka dalam menerima kritik secara profesional. “Kami bersyukur, tujuannya tercapai. Ada screening dan di situ ada diskusi. Kalau banyak orang tapi tidak ada diskusi, ya percuma,” tambahnya.
Kegiatan ini pun mendapatkan respons positif. Beberapa penonton dari kalangan industri media menawarkan peluang kerja sama dalam bentuk publikasi dan rekrutmen. Sementara pihak sekolah menyampaikan minat menjalin kolaborasi untuk program ekstrakurikuler perfilman.
Film “Bundengan Preserver” mengangkat budaya alat musik tradisional khas Wonosobo, Bundengan, yang hampir punah. Disutradarai oleh Luthfi Ihza Mahendra, Ahmadan Alnizam, dan Hadiansyah Sakirta, film ini menyoroti upaya pelestarian budaya oleh tiga tokoh lokal yang memperkenalkan kembali alat musik tersebut kepada generasi muda.
Sementara “Girli” — akronim dari “Pinggir Kali” — merupakan film dokumenter karya Irfan Maulana, Shufina, dan Skalila Salsabila yang mengangkat komunitas marginal binaan Romo Mangun di bantaran Kali Code, Yogyakarta. Film ini menampilkan kehidupan warga komunitas yang hidup dari jalanan namun tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan solidaritas sosial.
“Melalui film ini kami ingin tunjukkan bahwa hidup bukan sekadar tentang ‘cuan’. Ada perjuangan nilai, ada kemanusiaan,” ujar Andreas menanggapi tema besar yang diangkat kedua film.
Screening ini bukan kali pertama dilakukan oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas AMIKOM Yogyakarta. Sebelumnya, kegiatan serupa telah digelar di berbagai tempat seperti CGV, Perpustakaan Daerah DIY, LIPI, dan roadshow ke beberapa sekolah. Andreas menyampaikan bahwa bulan Mei mendatang, Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah juga mengajak mahasiswa untuk memutar film di Wonosobo.
“Kami berharap, screening seperti ini bisa menjadi alternatif promosi kampus sekaligus membangun koneksi riil antara mahasiswa dengan dunia industri,” pungkas Andreas.
Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional