Program Studi Arsitektur Universitas Amikom Yogyakarta menggelar Talkshow Meet the Alumni #3 pada Jumat, 7 Maret 2025 di Ruang Citra 2, pukul 13.00-15.00 WIB. Kegiatan ini menghadirkan dua alumni inspiratif, Gian Sefentyas Novianto, S.Ars, Junior Arsitek di KadangLabo, dan Mu’tasim Fadluloh, S.Ars, Freelancer sekaligus Owner STUDIONE FAD. Talkshow ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mendengar langsung pengalaman para alumni dalam menghadapi tantangan dunia kerja di bidang arsitektur.
Ketua Program Studi Arsitektur Universitas Amikom Yogyakarta, Amir Fatah Sofyan, S.T., M.Kom., menyampaikan pentingnya kegiatan Talkshow Meet the Alumni sebagai jembatan penghubung antara mahasiswa dan dunia profesional. Melalui forum ini, mahasiswa dapat mendengar langsung pengalaman nyata dari para alumni yang telah terjun ke dunia kerja, baik di bidang arsitektur murni maupun sektor industri terkait.
Menurut Amir, kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi akan masuk dunia kerja, tetapi juga penting bagi mahasiswa baru dan calon mahasiswa untuk memahami prospek karier setelah lulus. Ia berharap, para peserta bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk menjalin relasi dengan alumni, baik untuk keperluan magang, kerja praktik, hingga kolaborasi proyek profesional.
“Melalui acara ini, mahasiswa bisa mengenal alumni yang sudah sukses di bidangnya dan mungkin bisa menjadi jembatan untuk magang atau kerja praktik,” tambahnya.
Gian Sefentyas Novianto : tantangan dan strategi menjadi arsitek profesional
Di Sesi Awal, Gian Sefentyas Novianto, S.Ars, lulusan angkatan 2018 yang sekarang bekerja sebagai Junior Arsitek di KadangLabo ini, mengulas secara mendalam tentang bagaimana seorang arsitek harus cermat dalam menjaga keseimbangan antara idealisme desain pribadi dan kebutuhan klien.
Gian menegaskan bahwa setiap arsitek perlu memahami dua pendekatan utama dalam desain, yaitu Desain Oriented dan Client Oriented. Ia menjelaskan, dalam Desain Oriented, arsitek berperan sebagai pemimpin kreatif dengan visi dan gaya yang kuat. “Desain oriented menempatkan style arsitek sebagai ciri khas, bukan sekadar memenuhi keinginan klien,” ujar Gian.
Namun, Gian juga menekankan bahwa dunia kerja tidak selalu memberikan keleluasaan tersebut. Dalam Client Oriented, arsitek harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan permintaan klien. “Kadang, porsi ide arsitek hanya 10 persen, sisanya mengikuti keinginan klien, apalagi kalau klien banyak referensi dari Pinterest,” katanya. Menurut Gian, tantangan ini mengharuskan arsitek untuk cerdas dalam menyaring permintaan klien dan tetap mempertahankan nilai estetika dan fungsi dalam desain.
Tidak hanya berbicara soal konsep, Gian juga membagikan tips penting dalam proses desain, mulai dari tahap awal memahami brief klien, penyusunan moodboard, hingga cara mengelola revisi. “Kunci utamanya adalah komunikasi. Kita harus bisa menerjemahkan keinginan klien ke dalam desain yang tetap sesuai kaidah arsitektur,” jelasnya.
Selain itu, Gian mengingatkan pentingnya mengelola empat aspek utama dalam desain, yaitu budgeting, konsep desain, komunikasi, dan waktu pengerjaan. Menurutnya, keempat elemen ini harus seimbang agar desain tidak hanya bagus di atas kertas, tetapi juga realistis untuk direalisasikan. “Sebagai arsitek, kita harus memikirkan bagaimana desain yang baik juga bisa terwujud dengan anggaran yang sesuai dan waktu yang efektif,” tambahnya.
Mu’tasim Fadluloh: Dari Arsitek Desa hingga Kontraktor Mandiri
Di Sesi Selanjutnya, Mu’tasim Fadluloh, S.Ars, alumnus Arsitektur Universitas Amikom Yogyakarta angkatan 2017, yang sekarang mendirikan STUDIONE FAD, mengungkap perjalanan kariernya yang dimulai dari desa hingga kini menjadi kontraktor mandiri. Dia bercerita tentang awal kariernya saat menjadi satu-satunya arsitek di desanya dan mendapat kepercayaan untuk merancang kantor desa meski harus menghadapi kenyataan hanya dibayar dengan nasi padang.
“Saya belajar bahwa arsitek bukan hanya mendesain, tapi juga harus tahu cara memperjuangkan haknya, termasuk soal upah yang layak,” ungkapnya disambut antusias para peserta.
Dari pengalaman tersebut, Pria yang akrab dipanggil Mas Fad ini mulai mempelajari cara bernegosiasi proyek, termasuk membuat penawaran perencanaan hingga perhitungan anggaran biaya (RAB). Tidak berhenti di situ, dia berbagi pengalaman tentang bagaimana mengelola proyek-proyek desa. Mas Fad tidak hanya mendesain, tetapi juga menangani langsung pelaksanaan di lapangan, termasuk mencari tukang, material, hingga pengawasan pembangunan. Menurutnya, membangun koneksi dengan tukang lokal menjadi kunci utama dalam pelaksanaan proyek, terutama di desa.
“Jaringan tukang itu penting, karena mereka yang tahu lapangan, dan bisa jadi andalan kita sebagai arsitek sekaligus kontraktor,” ujarnya.
Mas Fad juga menyoroti realitas menjadi arsitek desa, yang sering dihadapkan pada klien dengan keinginan tinggi namun budget terbatas. “Klien minta bangunan megah, tapi anggarannya minim. Di situlah tantangan kreativitas arsitek diuji,” tambahnya. Dia berbagi kiat agar arsitek tetap bisa memberikan desain optimal tanpa melanggar batas anggaran, seperti memilih material yang efisien namun tetap estetis.
Selain tantangan lapangan, Mas Fad menceritakan bagaimana dirinya akhirnya berkembang hingga menangani proyek-proyek di luar desa, termasuk proyek sekolah dan perumahan di Bekasi hingga desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk pondok pesantren. Dalam proyek-proyek tersebut, ia harus belajar hal-hal baru, termasuk standar teknis dan lingkungan. “Saya harus belajar langsung ke dinas dan ahli terkait, karena setiap proyek punya standar masing-masing. Ini penting untuk menjaga kualitas hasil kerja,” tuturnya.
Tak hanya berbagi pengalaman, Mas Fad juga memberikan tips praktis kepada mahasiswa agar siap menghadapi dunia kerja. Menurutnya, mahasiswa perlu berani terjun langsung ke lapangan, memahami proses pembangunan dari awal hingga akhir, serta pandai berkomunikasi dengan klien dan pekerja. “Kita bisa mulai dari proyek kecil, yang penting berani memulai. Dari situ, lama-lama akan belajar banyak dan berkembang,” pesannya.
Talkshow ini semakin menarik dengan sesi tanya jawab, di mana mahasiswa aktif bertanya seputar tantangan mendesain interior, cara mengelola revisi dari klien, hingga kiat membangun komunikasi efektif dalam proyek.
Amir Fatah Sofyan, S.T., M.Kom. menyebutkan bahwa Meet the Alumni #3 diikuti oleh mahasiswa dari berbagai angkatan, mulai dari semester awal hingga mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, bahkan beberapa mahasiswa yang akan segera wisuda. Hal ini menunjukkan antusiasme tinggi mahasiswa untuk belajar dari pengalaman nyata para alumni.
“Kami senang melihat antusiasme mahasiswa yang datang, baik dari semester awal, tengah, maupun akhir. Ini menunjukkan bahwa mereka ingin tahu lebih banyak tentang dunia kerja,” katanya.
Melalui Talkshow Meet the Alumni #3, mahasiswa Arsitektur Universitas Amikom Yogyakarta mendapatkan wawasan nyata mengenai tantangan dan peluang di dunia arsitektur. Diharapkan, acara ini dapat terus berlanjut dan menjadi sarana pembelajaran yang inspiratif untuk membekali mahasiswa dalam meniti karier di bidang arsitektur.
Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional