Prodi Teknik Komputer Universitas Amikom Yogyakarta dan SMA Negeri 2 Bantul Gelar School Zone 2025, Perkuat Kesadaran Cyber Security

9 February 2025 | Berita Utama

Bantul, 7 Februari 2025 – Program Studi Teknik Komputer Universitas Amikom Yogyakarta bekerja sama dengan SMA Negeri 2 Bantul, Radio 92.3 MQFM Jogja, dan ADI TV menggelar School Zone 2025: Peningkatan Cyber Security Awareness. Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada siswa mengenai ancaman kejahatan siber yang semakin meningkat di era digital serta cara melindungi diri dari serangan yang dapat merugikan secara finansial maupun privasi.

Acara dibuka dengan sambutan dari Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Bantul, Sunarti, S.Pd., yang menyoroti bahwa keamanan digital menjadi aspek yang krusial dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi muda yang semakin aktif dalam dunia digital. Ia mengungkapkan bahwa banyak siswa yang belum memahami bahaya kejahatan digital, seperti pencurian data, peretasan akun media sosial, hingga modus penipuan berbasis teknologi.

Beliau juga menyinggung tren judi online dan pinjaman online ilegal (pinjol) yang banyak menargetkan kalangan pelajar. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi siswa dalam menghadapi dunia digital yang semakin kompleks.

Dalam Sambutannya, Ketua Program Studi Teknik Komputer Universitas Amikom Yogyakarta, Dr. Doni Ariyus, menekankan bahwa Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat cyber security, di mana kasus peretasan dan pencurian data semakin meningkat setiap tahun. Ia menyebutkan bahwa kelompok usia 10 hingga 20 tahun menjadi target utama kejahatan digital, termasuk dalam kasus pornografi digital, judi online, serta pinjaman online ilegal.

“Kita seringkali menjadi korban karena ketidaktahuan terhadap ancaman siber. Oleh karena itu, kesadaran tentang keamanan digital harus ditingkatkan, terutama di kalangan pelajar yang aktif menggunakan teknologi,” ujar Dr. Doni.

Sesi Utama Seminar


Dalam sesi utama seminar, Dr. Melwin Syafrizal, pakar keamanan siber dan pembuat kebijakan cyber security di Indonesia, memaparkan berbagai jenis serangan siber yang paling sering terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat. Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2015, jumlah serangan siber di Indonesia terus meningkat, tidak hanya menyerang perusahaan besar atau institusi pemerintah, tetapi juga individu biasa.

Social engineering menjadi salah satu teknik manipulasi yang paling sering digunakan peretas untuk memanipulasi psikologis korban agar memberikan informasi sensitif. Ia mencontohkan bahwa banyak korban percaya pada panggilan telepon yang mengaku dari bank atau layanan online, sehingga tanpa sadar memberikan data pribadi mereka.

“Di Indonesia, sudah banyak data pribadi yang bocor, termasuk dari perusahaan besar dan layanan e-commerce. Jika kita tidak hati-hati, data ini bisa digunakan untuk berbagai bentuk kejahatan digital,” jelas Dr. Melwin.

Dalam sesi berikutnya, Wahid Miftahul Ashari, S.Kom., M.T., dosen dan praktisi keamanan siber, menjelaskan kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pengguna internet, yang membuat mereka lebih rentan menjadi target serangan siber. Salah satu kesalahan terbesar adalah penggunaan password yang lemah dan sama untuk banyak akun, yang memungkinkan peretas mengakses berbagai layanan digital hanya dengan menebus satu akun saja.

Ia juga menyoroti bahwa banyak orang tidak mengaktifkan Two-Factor Authentication (2FA), padahal fitur ini bisa memberikan perlindungan tambahan terhadap akun penting seperti perbankan dan media sosial. Selain itu, tren kejahatan digital juga semakin berkembang, termasuk penggunaan deepfake untuk manipulasi identitas, aplikasi palsu yang menyamar sebagai aplikasi resmi, serta pencurian data pribadi dari media sosial.

Menurutnya, serangan siber tidak selalu dilakukan dengan teknologi canggih. Banyak kasus terjadi karena kelalaian korban sendiri, seperti mengklik tautan mencurigakan atau membagikan informasi pribadi secara sembarangan.

Antusiasme Peserta dan Sesi Tanya Jawab
Para siswa SMA Negeri 2 Bantul menunjukkan antusiasme tinggi dalam sesi tanya jawab. Banyak pertanyaan diajukan, mulai dari cara melindungi akun media sosial hingga bagaimana mengetahui apakah data pribadi mereka telah diretas.

Salah satu siswa, Hafid Indra Pramana, menanyakan apakah ada langkah yang bisa dilakukan setelah menemukan aplikasi scam yang mencurigakan. Dr. Melwin menyarankan agar laporan segera dibuat ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) atau kepolisian, agar dapat ditindaklanjuti secara hukum.

Sementara itu, Devan Abiga Nurika Lancana, bertanya tentang cara menghapus jejak digital yang bisa mempengaruhi masa depan seseorang, terutama saat melamar kerja atau mendaftar ke institusi kedinasan. Dr. Melwin menyarankan agar seseorang membuat akun baru yang lebih bersih dan profesional serta menghapus akun lama yang berisiko menimbulkan citra buruk.

Acara ini ditutup dengan pesan dari Dr. Doni Ariyus, yang menegaskan bahwa kesadaran akan keamanan siber harus menjadi tanggung jawab bersama. Banyak kasus serangan digital terjadi bukan karena sistem yang lemah, tetapi karena kelalaian pengguna dalam menjaga informasi pribadinya.

Ia menegaskan bahwa Program Studi Teknik Komputer Universitas Amikom Yogyakarta telah merancang kurikulum berbasis cyber security, yang mencakup Network Security, Digital Forensics, Ethical Hacking, serta Internet of Things (IoT). Dengan semakin meningkatnya serangan siber, profesional di bidang keamanan digital sangat dibutuhkan.

Acara ini diharapkan dapat membantu generasi muda memahami pentingnya cyber security, sehingga mereka lebih siap menghadapi ancaman digital di masa depan.

Fadya RY – Direktorat Kehumasan dan Urusan Internasional