Universitas Amikom Yogyakarta merancang teknologi untuk pengelolaan kebakaran hutan, sebagai bagian dari proyek Silvanus. Proyek SILVANUS ini merupakan konsorsium besar yang didalamnya terdapat berbagai macam tenaga ahli dari empat benua yang bertujuan untuk menanggulangi ancaman kebakaran hutan dan menciptakan platform pengelolaan hutan yang tangguh terhadap perubahan iklim dalam rangka mencegah dan menekan kebakaran hutan, serta meningkatkan ketangguhan hutan terhadap perubahan iklim.
Proyek SILVANUS didanai oleh program Green Deal EU Horizon 2020 dan dikoordinasikan oleh Università Telematica Pegaso. Proyek ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 42 bulan dan diikuti oleh 49 mitra dari Uni Eropa, Brasil, Indonesia, dan Australia, dengan total anggaran €23 juta.
Inovasi proyek SILVANUS ini diterapkan dan didemonstrasikan secara sistematis di delapan wilayah Negara Anggota UE (Prancis, Italia, Slovakia, Yunani, Ceko, Portugal, Kroasia, dan Rumania). Demonstrasi tambahan juga akan dilakukan di Indonesia, Brasil, dan Australia.
Agar hasil proyek SILVANUS berdampak jangka panjang, maka proyek ini juga mencakup rekomendasi kebijakan tata kelola hutan, rekomendasi strategi rehabilitasi tanah, dan rancangan restorasi sumber daya alam. Fokus kegiatan SILVANUS mencakup tiga komponen pemadaman kebakaran, yaitu pencegahan dan kesiapsiagaan, deteksi dan respons, pemulihan dan adaptasi.
Direktur Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta, Prof. Dr. Kusrini, M.Kom menyampaikan bahwa Universitas AMIKOM Yogyakarta dalam proyek internasional ini didaulat sebagai leader dalam salah satu work package. Selain itu AMIKOM terlibat dalam 8 work package yang lain sebagai anggota.
Ada cukup banyak teknologi yang dibuat oleh Universitas Amikom Yogyakarta. Salah satunya adalah aplikasi Open Forest Map. Aplikasi ini untuk memonitor upaya restorasi hutan, sehingga bisa memantau kondisi suatu wilayah sebelum terjadi kebakaran, ketika kebakaran, setelah terjadi kebakaran, dan setelah program restorasi.
“Kemudian ini bisa dievaluasi dari tahun demi tahun, bisa dipantau dalam sebuah dashboard. Kita bisa lihat melalui citra satelit. Bisa melihat kondisi pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, pengaruh atau tidak. Kemudian berapa besar temperaturnya, ada pengaruh atau tidak. Nah ini kemudian diintegrasikan dengan sistem Silvanus secara keseluruhan. Amikom yang buat (aplikasi) sebagai leadernya,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga membuat aplikasi untuk mendeteksi potensi kebakaran di suatu daerah. Aplikasi tersebut juga bisa membantu dalam pembagian SDM hingga merekomendasikan prosentase distribusi anggaran.
Ada pula Social Media Detection, aplikasi yang dapat mengetahui terjadinya kebakaran dari laporan netizen melalui sosial media. Disini, Amikom fokus pada pengumpulan data dari media sosial, khususnya Twitter tentang kemungkinan insiden kebakaran (dalam bahasa Indonesia), untuk berkontribusi pada deteksi dini kebakaran hutan.
Di tahap awal, kata kunci didefinisikan untuk pengumpulan data. Selanjutnya setiap data tweet akan dilakukan labeling untuk mengklasifikasikan pendapat masyarakat terkait kebakaran hutan. Adapun label yang digunakan adalah: kebakaran, pencegahan, mitigasi, dan rehabilitasi. Teknologi deep learning digunakan untuk melatih model dalam melakukan klasifikasi. Di tahap akhir, date tweet baru akan secara otomatis dilakukan klasifikasi oleh model tersebut dan ditampilkan dalam aplikasi web.
“Kemudian di work package 6 yang berhubungan dengan restorasi, kita menganalisis data dari beberapa negara. Amikom yang koordinir, kemudian membangun tools untuk menganilis melalui data yang ada, seperti apa kondisi di sana. Membawahi 17 institusi dari beberapa negara,” lanjutnya.
Output dari proyek Silvanus ini adalah pengembangan platform pengelolaan hutan yang tangguh terhadap perubahan iklim dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi kebakaran hutan. Silvanus mengandalkan para ahli ilmu lingkungan, teknis dan sosial untuk mendukung otoritas regional dan nasional yang bertanggung jawab atas pengelolaan kebakaran hutan di negara masing-masing.
Para ilmuwan dan insinyur peneliti Silvanus akan membantu badan perlindungan sipil dalam pemantauan sumber daya hutan secara efisien. Ini mencakup evaluasi terhadap keanekaragaman hayati, penyusunan indikator risiko kebakaran yang lebih akurat, dan penyebaran peraturan keselamatan kepada penduduk lokal yang terdampak melalui kampanye kesadaran akan lingkungan hidup.
Kusrini berharap aplikasi tersebut bisa dimanfaatkan dalam mengelola kebakaran, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga negara lain.